Rabu, 23 November 2011

Gunung Papandayan



Papandayan berada di kabupaten Garut tepatnya pada posisi geografi 7.32º Lintang Selatan dan 107.73º Bujur Timur. Gunung bertipe Stratovolcano ini saat sebelum meletus pada tahun 2002 mempunyai empat buah kompleks kawah besar tapi saetelah meletus kawah ini menjadi sebuah areal kawah yang cukup besar, dan kawah ini terlihat jelas dari kejauhan. Kompleks kawah gunung Papandayan ini bisa didatangi oleh masyarakat umum yang bukan pendaki gunung sekalipun, ini dimungkinkan karena adanya jalan aspal mulus yang membentang dari bawah hingga kedekat kawah gunung ini. Pengunjung bisa memarkir kendaraannya di pelataran parkir yang cukup luas dan berjalan kaki sekitar 5 menit dari parkiran dan setelah itu akan memasuki kawasan kawah gunung ini yang dikenal dengan sebutan Kawah Mas. Di kawasan parkir banyak terdapat warung-warung yang menjual makanan dan selain di kawasan ini didekat alun-alun Pondok Salada juga ada sebuah warung.


Mekipun untuk mencapai kawasan kawah gunung ini bisa didatangin dengan kendaraan, bagi para pendaki gunung tantangan di gunung ini masih ada, yaitu jalur trekking dari alun-alun Pondok Salada hingga kepuncak gunung ini dan kemudian turun melipiri punggungan puncak gunung ini dan jalan setapak dari jalur ini berakhir di belakang daerah parkiran kendaraan. Jalur trekking ini memakan waktu kurang lebih 6 jam.
AKSES TRANSPORTASI

ImageGunung Papandayan berada tidak jauh dari kota garut, berdiri berhadapan dengan gunung Cikurai. Jika dari memakai kendaraan umum dari Jakarta bisa menggunakan bus tujuan kota Garut dan kemudian dari kota garut disambung dengan kendaraan angkot trayek Garut – Cijulang dengan ongkos Rp.3.000,- dan turun di pertigaan Cisurupan, dari pertigaan Cisurupan ini dilanjutkan naik Ojek hingga sampai di pelataran parkir gunung Papandayan dengan ongkos sewa Rp.10.000,- Jika lebih dari 3 orang sebaiknya anda mencarter angkot dari Garut atau dari pertinggaan Cisurupan ini karena jauh lebih murah.

Bagi yang membawa kendaraan pribadi, dari Kota garut belokan kendaraan anda menuju arah Cijulang dan dipertigaan Cisurupan ambil jalan yang lurus jangan berbelok ke kiri, sebagai patokan di pertigaan Cisurupan ini ada Plang selamat datang di Gunung Papandayan.
JALUR TREKKING KE PUNCAK

Parkiran – Alun-alun Pondok Salada
Dari parkiran jalur setapak dimulai mendekati kawah dan kemudian membelah kawah, hati-hati saat melangkah karena dibebeberapa tempat terdapat bagian yang gembur dengan suhu yang cukup panas dan kaki bisa terperosok. Kemudian jalur setapak membelok kekanan dan saat keluar dari komplek kawah ini jalan setapak terus mendatar hingga sampai di sebuah warung and disini terdapat sebuah lapangan yang cukup menampung lebih dari 30 tenda. Jalur setapak menuju Pondok Salada bisa ditemukan didepan warung ini dan sekitar lima menit berjalan dari warung ini kita akan sampai di Pondok Salada. Di Pondok Salada ini ada sungia kecil berair jernih hanya mengandung belerang.


Pondok Salada – Alun-alun Tegal Alur
Dari Pondok Salada jalur setapak mendaki sebuah punggungan yang ada didepan pondok salada, keadaan jalur setapaknya sedikit hancuran banyak batu-batu besar seperti aliran sungai kering. Setelah menyelesaikan etape tanjakan yang cukup curam ini jalan setapak menjadi datar dan kemudian berbelok ke kiri dan kemudian menyusuri punggungan. Hati-hati saat menyusuri pungungan ini karena di sebelah kiri jurang dalam yang berjarak hanya seengah meter dari jalan setapak. Tak lama setelah keluar dari kawasan hutan yang tidak begitu lebat, kita akan sampai disebuah alun-alun yang cukup besar. Yang dikenal dengan nama Alu-alun Tegal Alur, di bagian ujung dari alun-alun ini (di hitung dari tempat kita muncul) ada sebuah sungai kecil yang mengalir jernih. Sebelum mencapai alun-alun ini terlebih dahulu kita akan melewati sebuah lapangan mirip sebuh kawah mati.
 
Tegal Alur – Puncak
Dari tegal Alur jalan setapak menuju arah puncak berada di seberang sungai kecil, jalan setapak yang tiak begitu jelas ini kemudian membelok kearah kanan memasukui hutan, Hati-hati saat berada di kawasan ini mungkin karena jalur ini jarang di tempuh sehingga terkadang jalur jalansetapaknya tiba-tiba menghilang tapi jika jeli kita akan banyak menemukan string line atau ikatan tali raffia berwarna merah dan bitu yang di ikatkan pada ranting pohon sebagai penanda jalan. Dikawasan puncak Gunung Papandayan tidak banyak yang bisa dinikmati selain pemandangan kawah. Dipuncak ini tidak ada tiang trianggulasi nya atau tiang penunjuk ketinggian. Tidak ada tanda selain saat sampai di puncak gunung ini jalan setapak seterusnya akan menurun. Jika anda membawa altimeter atau GPS makan akan mudah menentukan puncaknya. Puncak gunung ini hanya pelataran kecil saja dan tersamar dengan jalan setapak yang membelahnya.

Puncak – Parkiran


Dari puncak jalan setapak kemudian menurun, lama-kelamaan jalan setapaknya turun curam mengikuti gigiran punggungan puncak hati-hati dengan langkah anda karena disebelah kiri jurang menganga kea rah kawasan kawah. Jalan setapak di kawasan ini banyak ditumbuhi oleh rimbunnya tumbuhan dan pohon yang banyak ranting-ranting an dahan yang menjorok hinga ketanah sehingga saat melewati etape ini kita harus membungkuk dan terkadang merangkak. Dari puncak ke parkiran butuh waktu sekitar tiga jam dan kita akan muncul di bagian belakang parkiran ada sebuah sungai yang mengalir dan airnya jernih.
PERIJINAN

Tidak susah hanya saat memasuki kawasan anda dikenakan retribusi Rp.3.000,- per orangnya. Untuk kendaraan jika anda membawa kendaraan dan menginap anda bisa memberikan uang jasa menjaga kendaraan pada tukang pakirnya.
TEMPAT-TEMPAT MENARIK

Dikawasan gunung Papandayan ini ada beberapa tempat menarik yang bisa dikunjungi yaitu:

Kawasan Kawah

Kawasan kawah ini cukup menarik di telusuri namun anda harus hati-hati, dibeberapa temat ada Lumpur belerang yang sangat baik untuk penyakit kulit.

Alun-alun Pondok Salada

Di alun-alun ini dulunya sebelum letusan tahun 2002 banyak terdapat bunga abadi edelweiss tapi setelah letusan bunga tersebut hingga saat ini belum tumbuh lagi, namun Susana dikawasan ini dan bentangan alamnya sangat menarik untuk dinikmati.

Alun-alun Tegal Alur

Tegal Alur sebuh alun-alun yang cukup besar dari sini kita bisa mengedarkan pandangan kearah kawah dan puncak terlihat jelas juga dari sini.

Senin, 21 November 2011

Gunung Kawi

 Gunung Kawi, tempat mencari kekayaan!
Seperti dataran tinggi lainnya, Gunung Kawi menawarkan keindahan pegunungan asri dengan udara yang menyegarkan. Lebih dari itu, Gunung Kawi ternyata memiliki magnet lain yang sangat kuat sebagai daya tarik. Karena bagi sebagian orang, Gunung Kawi adalah salah satu tujuan wisata religius sekaligus simbol kemakmuran. Pesarehan Gunung Kawi merupakan daerah wisata yang unik, karena bertahun-tahun memendam mitos bahwa daerah ini merupakan tempat untuk mencari ‘pesugihan’ atau kekayaan, terutama bagi orang-orang keturunan Tionghoa. Siapapun yang datang kesini dan mendapatkan berkah maka usahanya akan maju dengan pesat dan meraih keuntungan yang berlipat-lipat. Yang paling menarik adalah hampir tiap tahun pesarehan ini penuh sesak dengan peziarah. Dan kebanyakkan mereka adalah orang-orang yang pernah datang kesini sebelumnya, mereka kembali karena telah mendapatkan ’pesugihan’ itu dan supaya tetap langgeng mereka harus datang lagi sesering mungkin. Konon banyak juga pengusaha etnis China ternama dari Jakarta yang sering datang ke tempat ini.
Kawasan Gunung Kawi, terletak di ketinggian 500 sampai dengan 3000 meter di atas permukaan laut. Persisnya berada di Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang Jawa Timur. Dulu daerah ini disebut Ngajum. Namanya berubah menjadi Wonosari karena di tempat ini terdapat obyek wisata spiritual, berupa makam Eyang Raden Mas Kyai Zakaria alias Mbah Jugo, dan Raden Mas Imam Sujono, alias Mbah Sujo. Wono berarti hutan, sedangkan Sari berarti inti. Namun bagi warga setempat, Wono Sari dimaksudkan sebagai pusat rezeki yang dapat menghasilkan uang secara cepat.

Kecamatan Wonosari memiliki luas hampir 67 kilometer persegi, dengan jumlah penduduk 43 ribu jiwa. Tempat ini berkembang menjadi daerah tujuan wisata ziarah sejak tahun 1980-an. Meskipun terletak terpencil di sebuah desa di atas bukit tapi anda akan menemukan keramaian yang luar biasa layaknya sebuah perkampungan di kota. Di sini ada banyak tempat hiburan malam, penginapan, restoran dan warung-warung kaki lima yang berjejalan di sepanjang kanan kiri jalan menuju komplek pesarehan. Padahal menuju daerah ini, sepanjang perjalanan anda masih tetap disuguhi pemandangan pedesaan dan pegunungan yang sepi. Daerah sekitar pesarehan ini merupakan daerah pertanian yang subur, penghasil ketela Gunung Kawi yang terkenal itu, sejenis ketela rambat kecil-kecil yang manis sekali rasanya. Ketela ini banyak dijual di area pesarehan sebagai oleh-oleh khas Gunung Kawi.

Di Gunung Kawi terdapat makam dua tokoh kejawen: RM Imam Soedjono [wafat 8 Februari 1876] dan Kanjeng Zakaria II alias Mbah Djoego (wafat 22 Januari 1871). Keterangan tertulis di prasasti depan makam menyebutkan, Mbah Djoego ini buyut dari Susuhanan Pakubuwono I (yang memerintah Kraton Kertosuro 1705-1717). Adapun RM Imam Soedjono buyut dari Sultan Hamengku Buwono I (memerintah Kraton Jogjakarta pada 1755-1892).

Berkunjung ke kawasan Gunung Kawi, suasana magisnya sangat terasa. Bau asap dupa tercium di mana-mana. Pada tahun 1200 masehi, lokasi ini pernah menjadi tempat pertapaan Prabu Kameswara, pangeran dari Kerajaan Kediri yang beragama Hindu, saat tengah menghadapi kemelut politik kerajaan. Konon, setelah bertapa di tempat ini, sang prabu berhasil menyelesaikan kekacauan politik di kerajaannya. Kini petilasan ini menjadi tempat pemujaan. Di kawasan ini juga terdapat beberapa tempat pemujaan lain, seperti pohon beringin tua yang berakar lima. Makam Eyang Jayadi dan Raden Ayu Tunggul Wati, keturunan Raja Kediri bertarikh 1221 masehi. Disamping itu terdapat makam juru kunci pertama Eyang Ssubroto, Eyang Djoyo, dan Eyang Hamit, yang juga tak luput dari mitos pesugihan.

Biasanya masyarakat melakukan pemujaan di keraton ini pada hari Kamis Legi, Jumat Kliwon dan malam Satu Suro. Pemujaan dilakukan dengan meletakkan sesaji, membakar dupa, dan bersemedi selama berjam-jam, berhari-hari, bahkan hingga berbulan-bulan. Ini merupakan areal makam Eyang Jugo dan Eyang Sujo, terletak di ketinggian 700 meter Gunung Kawi. Tempat ini dikenal sebagai pasarean Gunung Kawi. Para peziarah datang ke makam ini, terutama saat tanggal 12 bulan Suro, hari Minggu Legi serta Jumat Legi. Tanggal 12 Suro selain Tahun Baru Islam, juga merupakan hari wafatnya Eyang Sujo. sedangkan hari Minggu Legi, diperingati sebagai hari wafatnya Eyang Jugo, dan Kamis Legi sebagai hari pemakamannya. Untuk memasuki pasarean ini, harus melewati tiga gapura, dan anak tangga sejauh 750 meter. Di setiap gapura terdapat relief perjuangan Eyang Jugo dan Sujo. Eyang Jugo, memiliki gelar Kyai Zakaria, sementara Eyang Sujo memiliki gelar Raden Mas Imam Sujono. Kedua tokoh ini, merupakan keturunan keraton Mataram, yang merupakan pengikut setia Pangeran Diponegoro, saat berjuang melawan penjajahan Belanda.
Tahun 1830 saat Pangeran Diponegoro ditawan dan diasingkan Belanda, para pengikutnya, termasuk Eyang Jugo, dan Eyang Sujo, melarikan diri ke tempat ini. Sejak itulah mereka berdua tidak lagi berjuang dengan mengangkat senjata, tetapi mengubah perjuangan melalui pendidikan. Selain menyebarkan agama Islam, mereka juga memberikan penyuluhan di bidang pertanian, dan kesehatan. Beginilah suasana tempat keramat ini saat malam Jumat Legi. Sejak Kamis sore para peziarah telah mulai berdatangan. Mereka berasal dari berbagai tempat. Bahkan ada yang datang dari luar Pulau Jawa. Tujuan mereka satu, untuk mencari berkah di Gunung Kawi.

Tidak ada persyaratan khusus untuk berziarah ke tempat ini, hanya membawa bunga sesaji, dan menyisipkan uang secara sukarela. Namun para pezirah yakin, semakin banyak mengeluarkan uang atau sesaji, semakin banyak berkah yang akan didapat. Untuk masuk ke makam keramat, para peziarah bersikap seperti hendak menghadap raja. mereka berjalan dengan lutut. Menurut RM Nanang Yuwono Hadiprojo, keturunan ke-5 RM Imam Sujono. Image bahwa tempat ini sebagai tempat pesugihan adalah tidak beralasan. Tempat pesugihan itu memiliki beberapa kriteria, antara lain, tempatnya menyeramkan, jauh dari pemukiman masyarakat, dan tidak ada tempat ibadah. Sementara di tempat ini, tempatnya tidak menyeramkan, dekat dengan pemukiman masyarakat, dan banyak tempat ibadah.

Sementara di luar makam, terdapat pohon yang dianggap akan mendatangkan keberuntungan. Pohon itulah yang disebut pohon dewandaru, pohon kesabaran. Dari bentuknya, pohon ini mirip pohon cereme, yang diduga berasal dari negeri Cina. Eyang Jugo dan Eyang Sujo menanam pohon ini sebagai perlambang daerah ini aman. Untuk mendapat keberuntungan, para peziarah menunggu dahan, buah dan daun jatuh dari pohon. Begitu ada yang jatuh, mereka langsung berebut. Namun, untuk mendapatkannya memerlukan kesabaran. Hitungannya bukan hanya, jam, bisa berhari-hari, bahkan berbulan-bulan.Bila harapan mereka terkabul, para peziarah akan datang lagi ke tempat ini untuk melakukan syukuran. Sepeti halnya pada malam Jumat Legi ini. Salah seorang peziarah melakukan syukuran dengan menanggap wayang kulit. Gunung Kawi memang dikenal sebagai tempat untuk mencari pesugihan. Mitos ini diyakini banyak orang, terutama oleh mereka yang sudah merasakan berkah berziarah ke Gunung Kawi.

Ada banyak hal unik yang berhubungan dengan kepercayaan yang dapat kita temukan di gunung Kawi, Salah satu diantaranya adalah sebuah pohon yang konon dipercaya bila kita kejatuhan buahnya, maka kita akan mendapat rejeki. Pada malam-malam tertentu akan banyak sekali orang yang duduk di bawah pohon ini. Selain pohon, terdapat juga makam Mbah Djoego, seorang pertapa pembantu Pangeran Diponegoro, yang juga sangat dijaga oleh penduduk setempat.

Gunung Anjasmoro

Gunung Anjasmoro merupakan sebuah gunung yang terdapat di pulau Jawa, Indonesia. Ketinggian gunung ini ialah 2.277 mdpl. Gunung Anjasmoro mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung.

Minggu, 20 November 2011

ARUS: Gunung kalimutu

ARUS: Gunung kalimutu

Gunung kalimutu

Gunung Kalimutu

Danau ini oleh dunia disebut sebagai salah satu dari sembilan keajaiban dunia. Danau tiga warna terletak di Gunung Kelimutu, Flores,NTT. Kabupaten Ende yang berbukit-bukit menyimpan keindahan luar biasa. Di sanalah, di puncak Gunung Kelimutu, di kawasan Taman Nasional Kelimutu, terdapat Danau Kelimutu atau Danau Tiga Warna. Bahkan, danau ini oleh dunia disebut sebagai salah satu dari sembilan keajaiban dunia.
Sebuah penghargaan yang membanggakan.Awal mulanya daerah ini diketemukan oleh Van Such Telen, warga negara Belanda, tahun 1915. Keindahannya dikenal luas setelah Y. Bouman melukiskan dalam tulisannya tahun 1929. Sejak saat itu wisatawan asing mulai datang menikmati danau yang dikenal angker bagi masyarakat setempat. Mereka yang datang bukan hanya pencinta keindahan, tetapi juga peneliti yang ingin tahu kejadian alam yang amat langka itu.
Kawasan Kelimutu telah ditetapkan menjadi Kawasan Koservasi Alam Nasional sejak 26 Februari 1992.Gunung Kelimutu adalah Gunung yang memiliki tinggi 1.640 meter di atas permukaan laut (dapl), memiliki tiga buah kepundan di puncaknya yang disebut Danau Kelimutu.
Ketiga danau Kelimutu ini memiliki warna air yang berbeda-beda dan berubah tiap saat. Dari warna merah menjadi hijau tua kemudian merah hati. Kadang menjadi warna cokelat kehitaman dan biru.
Luas ketiga danau itu sekitar 1.051.000 meter persegi dengan volume air 1.292 juta meter kubik. Batas antar danau adalah dinding batu sempit yang mudah longsor. Dinding ini sangat terjal dengan sudut kemiringan 70 derajat. Ketinggian dinding danau berkisar antara 50 sampai 150 meter.
Gunung Kelimutu meletus terakhir pada 1886 dan meninggalkan tiga kawah berbentuk danau yang airnya berwarna merah (tiwu ata polo), biru (tiwu ko’o fai nuwa muri), dan putih (tiwu ata bupu). Ketiga warna ini mulai berubah sejak 1969 saat meletusnya Gunung Iya di Ende, dan perubahan warna itu pernah serupa.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, Danau Kelimutu sebagai tempat bersemayam arwah leluhurnya.Danau dengan air warna MERAH (Tiwu Ata Polo) merupakan tempat berkumpulnya para arwah dari berbagai belahan bumi, arwah orang jahat, danau BIRU (Tiwu Nua Muri Koo Fai ) dipercaya sebagai tempat bersemayamnya arwah para pemuda-mudi, dan danau PUTIH (Tiwu Ata Mbupu) dipercaya sebagai tempat bersemayamnya arwah orang tua.
"Para arwah akan bermukim di ketiga danau itu sesuai status sosialnya," pengakuan salah seorang staf Dinas Pariwisata Kab.Ende yakni Djafar Sidiq yang tahu persis tentang Kelimutu.
Dalam perjalanan menuju Kelimutu, pengunjung bisa menikmati pemandangan flora dan fauna yang jarang dijumpai di tempat lain seperti cemara gunung, kayu merah, edelweis, landak, babi hutan, tikus besar, dan burung gerugiwa.
Pemandangan menakjubkan juga dapat Anda lihat seperti kegiatan solfatara yang terus mengepulkan uap dan dinding kawah yang berwarna kuning. Bila melemparkan pandangan ke bagian timur saat mencapai puncak danau berwarna merah, sebuah bukit terlihat menjulang berbentuk bundar. Itulah Buu Ria, lokasi paling tinggi di Gunung Kelimutu.
Menurut Djafar Sidiq, waktu kunjungan terbaik ke Danau Kelimutu adalah pada bulan Juli sampai September karena pada bulan-bulan itu, puncak kawah cerah pada pagi hari.

Jenis Hutan