Gunung Batur merupakan sebuah gunung berapi aktif di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali, Indonesia. Terletak di barat laut Gunung Agung, gunung ini memiliki kaldera berukuran 13,8 x 10 km dan merupakan salah satu yang terbesar dan terindah di dunia (van Bemmelen, 1949). Pematang kaldera tingginya berkisar antara 1267 m - 2152 m (puncak G. Abang). Di dalam kaldera I terbentuk kaldera II yang berbentuk melingkar dengan garis tengah lebih kurang 7 km. Dasar kaldera II terletak antara 120 - 300 m lebih rendah dari Undak Kintamani (dasar Kaldera I). Di dalam kaldera tersebut terdapat danau yang berbentuk bulan sabit yang menempati bagian tenggara yang panjangnya sekitar 7,5 km, lebar maksimum 2,5 km, kelilingnya sekitar 22 km dan luasnya sekitar 16 km2 yang yang dinamakan Danau Batur. Kaldera Gunung Batur diperkirakan terbentuk akibat dua letusan besar, 29.300 dan 20.150 tahun yang lalu.
Gunung Batur terdiri dari tiga kerucut gunung api dengan masing-masing kawahnya, Batur I, Batur II dan Batur III.
Gunung Batur telah berkali-kali meletus. Kegiatan letusan G. Batur yang tercatat dalam sejarah dimulai sejak tahun 1804 dan letusan terakhir terjadi tahun 2000. Sejak tahun 1804 hingga 2005, Gunung Batur telah meletus sebanyak 26 kali[2] dan paling dahsyat terjadi tanggal 2 Agustus dan berakhir 21 September 1926. Letusan Gunung Batur itu membuat aliran lahar panas menimbun Desa Batur dan Pura Ulun Danu Batur.
Desa Batur yang baru, dibangun kembali di pinggir kaldera sebelah selatan Kintamani. Pura Ulun Danu dibangun kembali, hingga saat ini masih terkenal sebagai pura yang paling indah di Bali. Pura ini dipersembahkan untuk menghormati "Dewi Danu" yakni dewi penguasa air, seperti halnya pura yang terdapat di Danau Bratan juga dipersembahkan untuk memuja "Dewi Danu".Gunung Batur.
Danau Batur
Kawasan Gunung Batur terkenal sebagai obyek wisata andalan Kabupaten Bangli. Konon menurut cerita dalam Lontar Susana Bali, Gunung Batur merupakan puncak dari Gunung Mahameru yang dipindahkan Batara Pasupati untuik dijadikan Sthana Betari Danuh (istana Dewi Danu). Pada waktu tertentu, seluruh umat Hindu dari berbagai daerah di Bali datang ke Batur menghaturkan Suwinih untuk mengusir bencana hama yang menimpa ladang mereka. Dengan menghantarkan suminih ini maka kawasan gunung Batur menjadi daerah yang subur.
Daerah yang dapat ditonjolkan sebagai obyek wisata adalah kawah, kaldera dan danau. Terdapat aliran air dalam tanah yang mengalirkan air Danau Batur, yang muncul menjadi mata air di beberapa tempat di Bali dan dianggap sebagai "Tirta Suci"
Wisata budaya yang terdapat di kawasan Gunung Batur adalah Trunyan. Meskipun seluruh penduduk Trunyan beragama Hindu seperti umumnya masyarakat Bali, mereka menyatakan bahwa Hindu Trunyan merupakan Hindu asli warisan kerajaan Majapahit. Di sebelah utara Trunyan terdapat kuban, sebuah tempat makam desa, namun jenazah tidak dikuburkan atau dibakar, melainkan diletakkan di bawah pohon setelah dilakukan upacara kematian yang rumit. Tempat pemakamanan ini dipenuhi oleh tulang-tulang, dan bisa jadi kita menemukan mayat yang masih baru.
Batur merupakan salah satu dua dari dua gunung berapi aktif di Bali. Gunung berapi satunya, Gunung Agung, masih berada pada satu jajaran lurus dengan Batur. Namun berada pada dua kabupaten yang berbeda. Batur di Kabupaten Bangli, sementara Agung di Kabupaten Karang Asem. Keduanya terpisah jarak sekitar 80 kilometer.
Untuk mendaki Batur, sebenarnya ada empat jalur yang bisa dipilih.
Tetapi kebanyakan memulainya dari Pura Jati, salah satu pura terbesar di kawasan ini. Titik pendakian ini masuk dalam wilayah Desa Batur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Jaraknya sekitar 78 kilometer dari Kota Denpasar, ibukota Bali.
Begitu memasuki kawasan Pura Jati, akan terlihat kantor Pos Pelayanan Pendakian Gunung Batur yang juga kantor The Association of Mt Batur Trekking Guide. Di sini para guide pendakian banyak berkumpul.
Kebanyakan orang mendaki Batur pada dinihari, sekitar pukul 03.00 Wib. Setelah mendaki sekitar dua jam, selanjutnya akan menunggu matahari terbit di puncak gunung. Rata-rata 50 orang setiap harinya berkumpul di puncak untuk mengikuti ritual menunggu sunrise itu. Akhir pekan, justru lebih ramai lagi.
Jalur Pendakian
Jalur pendakian sebenarnya tidak begitu membingungkan. Pedoman adalah jalan yang relatif lebih besar. Beberapa percabangan jalan umumnya merupakan jalur menuju perkampungan maupun pertanian warga. Namun tantangan sebenarnya, adalah lintasan yang terdiri dari pasir dan bebatuan. Batu-batu itu merupakan endapan lahar gunung yang telah membeku.
Mendaki pada pagi, sekitar pukul 09.00 Wib, panas sudah menyengat kepala. Topi dan kacamata hitam sangat membantu mengatasi terik matahari. Terkadang hembusan angin juga membawa serta debu yang kadang berputar membentuk seperti angin puyuh. Berputar sebentar lantas berpendar. Hilang.
Kalau pun tidak membawa minuman, sekitar 10 menit dari titik pendakian, dapat ditemukan sebuah warung. Setengah jam perjalanan lagi dari warung ini, akan ditemukan satu warung lainnya. Beragam minuman dan makanan ringan tersedia. Tetapi harga memang di atas rata-rata.
Seusai melewati warung kedua, tidak akan ada lagi pepohonan penahan panas. Hanya semak perdu dan sesekali pohon pinus setinggi dua meter yang berdiri tunggal. Berteduh di sini sebentar memang sangat disarankan. Untuk sekedar melepas lelah. Ambil kamera dan bidik keindahan Danau Batur dari ketinggian.
Danau menjadi demikian indah dengan komposisi Gunung Abang di belakangnya. Namun, kabut tipis sering kali menghalangi kejernihan pandangan ke arah danau. Usai istirahat sebenar
Tanjakan yang miring serta lintasan yang berpasir, memang cukup berat untuk dilewati. Tetapi berjalan perlahan dengan tetap berhati-hati, akan membawa kita ke pinggangan gunung. Dengan stamina yang normal, pinggangan gunung ini dapat ditempuh sekitar satu setengah jam saja dari titik pendakian.
Kawah
Pinggangan gunung ini merupakan tempat yang relatif datar. Ada tiga warung yang bisa didatangi untuk sekedar mengaso. Di sekitar pinggangan ini, dapat terlihat kawah Batur dengan diameter sekitar 400 meter. Kedalamannya tak kurang dari 100 meter. Turun melalui jalur curam ke dalam kawah, dapat ditemukan sumber air panas dan cekungan air tawar.
Dinding-dinding puncak cukup memikat. Paduan beragam warna yang akhirnya membentuk warna kehitaman. Dari sini dapat terlihat ada dua puncak. Di sebelah timur merupakan puncak sebenarnya yang ditandai dengan sebuah tiang kayu dengan bendera di ujungnya. Sementara di sebelah barat merupakan puncak satu lagi.
Mendaki ke puncak, jalanan menjadi lebih terjal. Kemiringan mencapai 70 derajat lebih. Pasir menjadi lebih dominan. Puncak itu sendiri berupa dataran seluas sekitar 10 meter persegi. Di bagian tertinggi, terpancang tiang bendera. Satu pura keluarga yang berupa tumpukan bebatuan, terlihat di sekitarnya.
Berdiri di puncak, mata dapat memandang luas. Di selatan merupakan kawasan Kintamani. Di sebelah timur terlihat Danau Batur, terus di belakangnya Gunung Abang dan Gunung Agung. Ketiganya membentuk titik paralel dari yang terendah, hingga tertinggi, yakni Gunung Batur yang terendah dengan ketinggian 1.771 meter dari permukaan laut (mdpl), kemudian Gunung Abang di ketinggian 2.152 mdpl, serta Gunung Agung yang berada pada ketinggian 3.142 mdpl, gunung tertinggi di Bali.
Jalur Turun
Jalan menuju pulang, sebaiknya menggunakan jalur yang berbeda. Selain untuk memperkaya pandangan, juga mengindari kebosanan. Baiknya memilih jalur menuju Desa Toyo Bungkah. merupakan bahasa setempat. Toyo airnya air dan bungkah berati batu. Jadi Toyo Bungkah berarti air yang mengalir dari celah-celah bebatuan. Desa ini persis di tepian Danau Batur.
Titik awal turun itu, peris di belakang warung yang berada di puncak. Jalurnya tidak terlalku ekstrim. Sepanjang perjalanan akan dapat ditemukan pohon perde eideilweis. Tumbuhan khas pegunungan yang bunganya tidak pernah layu. Jarak tempuh hingga perkampungan sekitar satu jam. Sekitar 20 menit menjelang sampai, akan dilewati hutan pinus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar